Beranda | Artikel
Adab pada Guru (7)
Selasa, 20 Oktober 2015

Di antara adab pada guru adalah terus mendo’akan guru atas ilmu yang diberikan.

Contohilah para ulama yang selalu mendoakan orang yang telah berjasa baik padanya dalam hal ilmu.

Al-Harits bin Suraij berkata, aku mendengar Al-Qatthan berkata,

أَنَا أَدْعُو اللهَ لِلشَّافِعِي، أَخُصُّهُ بِهِ

“Aku senatiasa berdo’a pada Allah untuk Imam Syafi’i, aku khususkan do’a untuknya.”

Abu Bakar bin Khalad berkata,

أَنَا أَدْعُو اللهَ فِي دُبُرِ صَلاَتِي لِلشَّافِعِي

“Aku selalu berdo’a pada Allah di akhir shalatku untuk Syafi’i.” (Disebutkan oleh Imam Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam An-Nubala’, 10: 20).

Setiap kebaikan hendaklah dibalas. Apalagi kebaikan ilmu yang diberikan. Sulit memang membalasnya karena ilmu adalah jasa yang tiada tara. Kalaulah itu sulit, maka balaslah kebaikan tersebut dengan terus mendo’akan orang yang memberikan ilmu. Do’a itu tak henti dipanjatkan sampai kita merasa telah membalasnya. Termasuk pula kita hendaknya selalu mendo’akan para ulama yang punya jasa besar pada Islam.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ

Seorang belum merealisasikan rasa syukur kepada Allah jika ia tidak mampu bersyukur (berterimakasih) atas kebaikan orang lain terhadap dirinya.” (HR. Abu Daud no. 4811 dan Tirmidzi no. 1954. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Dari Jabir bin ‘Abdillah Al Anshari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرْوُفٌ فَلْيُجْزِئْهُ، فَإِنْ لَمْ يُجْزِئْهُ فَلْيُثْنِ عَلَيْهِ؛ فَإِنَّهُ إِذَا أَثْنَى عَلَيْهِ فَقَدْ شَكَرَهُ، وَإِنْ كَتَمَهُ فَقَدْ كَفَرَهُ، وَمَنْ تَحَلَّى بَمَا لَمْ يُعْطَ، فَكَأَنَّمَا لَبِسَ ثَوْبَيْ زُوْرٍ

Siapa yang memperoleh kebaikan dari orang lain, hendaknya dia membalasnya. Jika tidak menemukan sesuatu untuk membalasnya, hendaklah dia memuji orang tersebut, karena jika dia memujinya maka dia telah mensyukurinya. Jika dia menyembunyikannya, berarti dia telah mengingkari kebaikannya. Seorang yang berhias terhadap suatu (kebaikan) yang tidak dia kerjakan atau miliki, seakan-akan ia memakai dua helai pakaian kepalsuan.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 215. Hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al-Albani).

Bentuknya bisa dengan mendoakan rahmat dan kebaikan ketika nama guru kita disebut.

Ibnu Jama’ah Al-Kanani rahimahullah menyebutkan, “Sebagian ulama terkadang membacakan hadits dengan sanadnya. Mereka lalu mendoakan setiap perawi dalam sanad tersebut. Itulah bentuk kekhususan karena telah diberikan anugerah ilmu yang luar biasa.” (Tadzkir As-Sami’ wa Al-Mutakallim, hlm. 64, Ma’alim fi Thariq Thalab Al-‘Ilmi, hlm. 208)

 

Referensi:

Ma’alim fi Thariq Thalib Al-‘Ilmi. Cetakan kelima, tahun 1431 H. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin ‘Abdullah As-Sadhan. Penerbit Dar Al-Qabs.

Siyar A’lam An-Nubala’, Cetakan kedua, tahun 1435 H. Al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman Adz-Dzahabiy. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.

Syarh Shahih Al-Adab Al-Mufrad li Al-Imam Al-Bukhari. Cetakan kedua, tahun 1425 H. Syaikh Husain bin ‘Awdah Al-‘Awaysyah. Penerbit Al-Maktabah Al-Islamiyyah.

Selesai disusun di Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, sore hari ba’da ‘Ashar, 7 Muharram 1437 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Ikuti update artikel Rumaysho.Com di Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat (sudah 3,6 juta fans), Facebook Muhammad Abduh Tuasikal, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom

Untuk bertanya pada Ustadz, cukup tulis pertanyaan di kolom komentar. Jika ada kesempatan, beliau akan jawab.


Artikel asli: https://rumaysho.com/12128-adab-pada-guru-7.html